Pulau Komodo, The Real "Wonderful Indonesia"

Pulau Komodo, Pulau Rinca, Pulau Kalong, Pantai Pink, dan semua tempat-tempat yang kami datangi benar-benar mencerminkan keindahan alam Indonesia

Taman Nasional Baluran

Salah satu Taman Nasional di Indonesia yang terletak di wilayah Banyuputih, Situbondo dan Wongsorejo, Banyuwangi, Jawa Timur

Menjelajahi Tanah Air Beta

"...Walaupun banyak negeri kujalani Yang masyur permai dikata orang, Tetapi kampung dan rumahku Di sanalah ku merasa senang Tanahku tak kulupakan Engkau kubanggakan ...".

3000 km Jelajah Daratan Sulawesi

Perjalanan ribuan kilometer dengan melewati seluruh propinsi di Sulawesi memang sulit untuk ditolak. Rasanya ini akan menjadi petualangan yang paling jauh yang pernah dilakukan.

Mengunjungi Habitat Orangutan di Taman Nasional Sebangau

Tidak mudah untuk menemukan keberadaan orangutan tersebut. Kita harus sabar menunggu mereka keluar untuk beraktifitas.

Tuesday, January 12, 2016

Pasar Santa, Pasar Ala Hipster Jakarta


Setahun lalu orang mungkin masih bingung ketika ditanya apa itu "Pasar Santa". Namun kini jika ditanyakan hal yang sama setiap anak muda Jakarta pasti tau. Pasar Santa kini dipenuhi "semangat anak pasar". Semangat para pengusaha muda untuk maju dan berdikari. Jika tetap tidak tau berarti benar-benar out of the date alias ketinggalan jaman. 

Pasar Santa adalah pasar rakyat yang terletak di Jl Cisanggiri II, tidak jauh dari Jl Wolter Mongonsidi, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat dari di peta ini. Pasar rakyat ini didirikan pada tahun 1971, namun saat itu masih belum permanen. Baru sekitar tahun 2007 dibuat permanen dengan menyediakan sekitar 1.000 kios untuk menyediakan sembako (sembilan bahan pokok). Tetapi karena kalah bersaing dengan pasar modern, selama kurang lebih 7 tahun pasar ini kurang laku. Sudah berbagai cara pengelola berusaha menarik minat para penjual agar membuka kios di tempat ini salah satunya adalah bekerjasama dengan pedagang batik. Namun tetap saja kurang peminat. 

Demikian diungkapkan Bambang Sugiarto yang menjadi Kepala Pengelola Pasar Santa saat ini. Hingga pada sekitar akhir bulan Juli 2014 ada ajakan kerjasama dari komunitas penggemar kopi. Kemudian bergabung juga penggemar piringan hitam, hingga ada juga yang ingin membuka kedai makanan. Akhirnya pengelola pasar bersama komunitas tersebut sepakat untuk membuka dan mempromosikan pasar ini dengan nama "Santa Modern Market" dengan menawarkan harga sewa Rp 3 juta - 3,5 juta per tahun. Kontan dengan biaya sewa super murah itu sekitar 300-an kios langsung ludes tersewa. Secara resmi sekitar bulan Oktober 2014 "Santa Modern Market" dibuka. 

Saat ini semakin banyak dan beragam jenis kios yang dibuka. Selain kios dan kedai kopi, kios jual beli piringan hitam, kedai mie, ada juga kios jual beli buku, kios jajanan waktu SD, ada juga kedai Roti Eneng yang pembuatannya langsung dilakukan ditempat. Kini kaum hipster atau anak-anak nongkrong Jakarta hampir setiap malam selalu memenuhi setiap sudut Pasar Santa, baik di lantai dasar, satu atau dua. Kini mereka tidak lagi nongkrong di mall atau cafe menghabiskan waktu berjam-jam, tapi mereka lebih memilih untuk pergi ke Pasar Santa, baik sebagai pemilik kios maupun sebagai pengunjung. Ekonomi kreatif telah mengubah anak-anak muda penyewa dan pemilik kios tersebut.

Gaya hedonis mereka ubah menjadi seorang entrepreneur yang didasari oleh hobby dan passion. Salah seorang pemilik kedai yang saya wawancarai adalah seorang yang suka nongkrong di mall dan cafe yang menghabiskan waktu berjam-jam sambil ngobrol dengan teman-temannya. Namun ketika mendengar ada kios dengan harga murah di Pasar Santa kontan ia tertarik untuk membuka kedai. Karena selama ini ia mencari tempat sewa tidak ada yang semurah itu. Hobinya yaitu membuat roti dia tuangkan di kedai tersebut. Bahkan setiap weekend yaitu sabtu dan minggu dia berdua dengan pacarnya yang menjadi pramusajinya. 

Salah satu kedai di Pasar Santa Pasar Santa yang dulunya kumuh, becek dan tidak laku, kini berubah menjadi sebuah pasar modern yang banyak dikunjungi anak muda. Pasar ini kembali hidup dan produktif. Inovasi yang sudah dilakukan oleh pengelola pasar, penyewa dan pedagang sudah menghasilkan sesuatu yang berguna dan yang membanggakan adalah peran dari para penyewa yang kebanyakan kaum muda. Ditengah banyaknya kaum muda yang terjerumus narkoba, mereka berhasil merubah paradigma pasar rakyat yang identik dengan pasar kumuh menjadi pasar modern yang menarik.

Keraton Jogja Gelar Pasukan Bregada


Para pengunjung di sekitar Jalan Malioboro pada hari minggu sore 31 Agustus 2014 tiba-tiba dikagetkan oleh adanya pasukan bregada atau prajurit keraton Daerah Istimewa Yogyakarta. Diawali oleh drumband dan pasukan paskibra tentu menjadi perhatian para wisatawan dan penduduk sekitar.  Kemudian diikuti oleh bregada dari berbagai daerah di propinsi Yogyakarta seperti Bantul, Sleman, Gunungkidul dan Parangtritis. 

Sungguh saya sangat beruntung bisa menyaksikan pawai yang biasa diadakan pada hari istimewa tersebut. Ternyata pawai ini diadakan untuk memperingati dua tahun Undang Undang Nomor 12 Tentang Daerah Istimewa Yogyakarta. Satu keunikan dari UU ini adalah pasal 19 yaitu tentang tata cara pengajuan calon gubernur. Pasal 19 (1) DPRD DIY memberitahukan kepada Gubernur dan Wakil Gubernur serta Kasultanan dan Kadipaten tentang berakhirnya masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur. (2) 




Berdasarkan pemberitahuan dari DPRD DIY sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kasultanan mengajukan Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta sebagai calon Gubernur dan Kadipaten mengajukan Adipati Paku Alam yang bertakhta sebagai calon Wakil Gubernur paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah surat pemberitahuan DPRD DIY diterima. (3) 




Kasultanan dan Kadipaten pada saat mengajukan calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur kepada DPRD DIY menyerahkan:a. surat pencalonan untuk calon Gubernur yang ditandatangani oleh Penghageng Kawedanan Hageng Panitrapura Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat;b. surat pencalonan untuk calon Wakil Gubernur yang ditandatangani oleh Penghageng Kawedanan Hageng Kasentanan Kadipaten Pakualaman;c. surat pernyataan kesediaan Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta sebagai calon Gubernur dan Adipati Paku Alam yang bertakhta sebagai calon Wakil Gubernur; dan d. kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2). Berikut ini serangkaian foto-foto saat acara kirab bregada hari minggu kemarin. Selain prajurit bregada, ada juga kirab srikandi-srikandi dan punakawan seperti yang terlihat dalam foto-foto berikut ini. 




Saya sudah sekitar 4 kali mengunjungi Yogyakarta dan Malioboro, namun dari kunjungan-kunjungan sebelumnya, kunjungan kali inilah yang paling memuaskan. Salam,

Monday, January 11, 2016

Masjid Dari Kayu Ulin di Tepi Sungai Mahakam


Ketika menyusuri Sungai Mahakam saya menemukan sebuah masjid yang unik. Semua material terbuat dari kayu ulin, yang dikenal sebagai kayu terkuat di dunia. Orang Jawa menyebutnya kayu besi. Perjalanan menuju Tabang, tempat suku dayak iban tinggal saya tunda terlebih dahulu untuk sekedar singgah dan bersujud di masjid ini.

Dan ketika saya memasuki masjid, memang benar semua terbuat dari kayu ulin, termasuk paku-paku untuk memasak dan menyambung bagian-bagiannya. Masjid ini sudah berdiri puluhan tahun dan masih tetap kokoh seperti masjid lain yang terbuat dari material semen. Menurut marbot yang menjaga masjid tersebut, untuk perawatan hanya mengeringkan saja bagian-bagian yang terkena basah agar tidak lembab dan keropos.

Setelah agak lama perjalanan kembali dilanjutkan menuju Desa Tabang, desa paling utara di Kabupaten Kutai Kartanegara, dimana beberapa suku dayak tinggal. Perlu waktu delapan jam menggunakan perahu kayu bermotor untuk mencapai tempat tersebut dari Kota Bangun,salah satu kecamatan di Kutai Kartanegara. Dan berapakah harga sewa perahu untuk rute tersebut pulang pergi? Harganya sebanding dengan harga sepeda motor terbaru!

Menyusuri Jejak Sejarah Bogor di Kampung Budaya Sindangbarang



Kampong tertua di wilayah Bogor adalah Kampung Sindangbarang yang saat ini berada di Desa Pasireurih, Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor. Hal tersebut tertulis dalam naskah Pantun Bogor dan Babad Pajajaran. Lokasinya berada di daerah Ciomas, kurang lebih 5 km dari pusat kota Bogor. Buat para wisatawan yang berkunjung ke Kota Bogor bisa dijadikan sebagai wisata alternative atau wisata budaya dan sejarah. Jadi bukan hanya sekitar Kebun Raya dan Istana Bogor saja yang buat yang sedang berkunjung, tempat ini juga bisa menjadi tujuan wisata di Kota Bogor.

Sindangbarang diperkirakan sudah ada sejak abad ke 12. Tempat ini merupakan tempat tempaan para ksatria kerajaan Pajajaran agar menjadi prajurit yang tangguh. Banyak peninggalan Kerajaan Pajajaran yang dapat dilihat di sekitar kawasan ini seperti adanya bukit-bukit berundak. Selain itu ada juga satu budaya yang hingga saat ini masih dipertahankan yaitu upacara seren taun yang diadakan setiap tahun sebagai bentuk rasa syukur atas hasil panen yang diberikan oleh yang maha kuasa untuk tahun ini dan berharap hasil panen tahun depan lebih baik lagi. Upacara seren tahun yang diadakan setiap awal tahun selalu dihadiri oleh banyak pengunjung, bahkan bisa mencapai ribuan orang yang datang dari berbagai kota bahkan ada yang datang dari luar negeri.

Saat ini rumah adat di Kampung Sindangbarang adalah hasil revitalisasi dari bangunan sebelumnya. Bangunan-bangunan tersebut dipugar kembali namun masih memperihatkan wujud aslinya. Dengan demikian anak-anak sekarang masih dapat mengetahui budaya dari jaman dahulu tersebut. Kita juga bisa menginap di kampung Sindangbarang ini dengan suasana pedesaan jaman dulu. Untuk memasak masih menggunakan kompor hawu yang menggunakan ranting kayu sebagai bahan bakarnya, melihat kehidupan petani sedang bercocok tanam dan melihat anak-anak sedang belajar menari. Untuk penerangan masih menggunakan lampu cempor, lampu yang menggunakan sumbu dengan minyak tanah.

Jika malam tiba karena lokasi ini berada di atas bukit, lampu-lampu terlihat begitu indah di sekitar kota Bogor. Jika cuaca sedang cerah, kota Jakarta pun akan terlihat dengan jelas termasuk gedung-gedung tingginya. Tidak percaya? Silahkan coba sendiri. Lebih indah lagi jika kita menginap saat malam tahun baru. Tepat jam 12 malam ratusan bahkan ribuan kembang api terlihat dengan indah dari tempat ini. Kita tidak perlu menyalakan kembang api, dengan melihat saja sudah sangat memuaskan.

Mencicipi Durian Ucok



Ucok Durian, kalau belum makan durian ucok, belum sah ke Medan Bung! Demikian tertulis dalam spanduk ketika kami ke singgah di kedai Durian Ucok di Kota Medan. Memang sih penasaran juga jika kita mengunjungi Kota Medan tanpa singgah di kedai durian yang sudah terkenal itu. Seperti penasaran jika kita ke Jogja tanpa mencicipi gudeg, atau ke Palembang tanpa menyantap mpek-mpek. 

Durian Ucok adalah salah satu kedai yang menjual durian di kawasan Jalan Iskandar Muda, Medan. Ada beberapa penjual lainnya, namun yang paling rame ya kedai Ucok ini. Mereka menjual durian khas Sumatera Utara yang dikenal sebagai penghasil durian enak. Ketika akan memesan hanya ada dua pertanyaan dari si abang, "Mau yang manis atau pahit?" Ada dua jenis durian enak yaitu yang rasanya manis legit berwarna kuning mentega. Tapi ada juga yang rasanya manis tapi agak pahit. Saya lebih suka yang agak pahit itu, karena kalau manis sensasinya kurang. Tapi akhirnya kami memilih dua-duanya. 

Untuk harga tentu jauh jika dibandingkan dengan harga di Pulau Jawa. Dijamin lebih murah karena persediaannya sangat melimpah. Jika harga mahal dan tidak laku maka akan menjadi busuk dan malah menjadi rugi. Namun kini untuk mencegah durian menjadi busuk, banyak dibuat menjadi makan lain yang dikemas menjadi pancake durian. Tinggal disimpan di dalam kulkas maka akan awer cukup lama. Makanan lain adalah lempok durian atau dodol durian. 



    Ucok Durian 

    Alamat: Jalan Iskandar Muda, Sumatera Utara 20154
    Telepon:0819-859-540


Sunday, January 10, 2016

Mengunjungi Habitat Bekantan di Pulau Kaget




Hari ke tiga petualangan #Terios7Wonders akan mengunjungi Pulau Kaget yang lokasinya tidak jauh dari Kota Banjarmasin tepatnya berada di Desa Aluh Aluh, Kecamatan Aluh Aluh, Kabupaten Banjarmasin. Kurang lebih satu jam kita akan sampai di Dermaga Aluh Aluh yang akan mengantar ke Pulau Kaget, sebuah pulau yang berada di tengah Sungai Barito. Kurang lebih setengah jam kita akan sampai di pulau yang hanya dihuni oleh Bekantan, monyet berhidung panjang khas Kalimantan. Menuju Pulau Kaget Awalnya kami hanya memantau dari perahu untuk melihat Bekantan. Namun setelah diamati beberapa saat masih belum terlihat. Hanya ada monyet-monyet kecil yang sedang bermain-main di sekitar pantai. Untuk menghilangkan rasa penasaran akhirnya kami mendaratkan perahu di sekitar pulau, namun karena tidak ada dermaga akhirnya kami berhenti di tepi pulau dan memasuki bagian dalam pulau dengan melewati rata-rata.

Suasana Pulau Kaget yang dikelilingi oleh rawa-rawa Perlu perjuangan ekstra hati-hati karena rawa tersebut sangat labil dan beberapa kali kaki saya amblas hingga ke betis. Lewat perjuangan keras dan tanpa lelah akhirnya kami sampai juga di Pulau Kaget. Setelah cukup sabar mengamati terlihat dari jauh dan harus menggunakan lensa tele akhirnya terlihat penampakan dari Bekantan ini. Bulunya berwarna coklat agak kemerahan, hidungnya panjang mengingatkan saya pada Rastatopaulus, seorang penjahat dalam cerita Tintin. Bekantan juga merupakan ikon dari Kalimantan Selatan sebagai spesies khas yang hanya ditemukan di kawasan kalimantan. Ikon Bekantan juga digunakan oleh tempat wisata Dunia Fantasi Ancol sebagai maskot. Setelah berjuang melewati rawa-rawa, akhirnya sampai juga di Pulau Kaget Pulau Kaget ini hanya dihuni oleh Bekantan dan monyet-monyet kecil lainnya. Tidak ada penghuni manusia yang menempati pulau ini. Sebagian dari pulau ini sudah dijadikan cagar alam untuk melindungi keberadaan Bekantan ini. Namun sangat disayangkan pada beberapa bagian tempat di Pulau Kaget sudah ada budidaya tamanan berupa sawah yang dikembangkan oleh penduduk di sekitar pulau. Keberadaan sawah ini tentu mengganggu habitat dari Bekantan. Semoga sawah-sawah tersebut segera dialihfungsikan kembali menjadi hutan habitat Bekantan.
Bekantan Seekor bekantan tertangkap kamera sedang meloncat di pohon Setelah selesai mengunjungi Pulau Kaget, perjalanan dilanjutkan kembali dengan tujuan Amuntai dengan melewati Banjarbaru, Rantau, Kandangan dan akhirnya sampai di Amuntai. Kami langsung menuju objek wisata Goa Berangan di Desa Malutu untuk melihat anggrek liar yang hidup di hutan. Sayang sekali ketika kami datang hari sudah mulai gelap sehingga cukup sulit untuk melihat keberadaan anggrek liar tersebut. Perjalanan Terios melewati berbagai medan jalan, termasuk jembatan kayu di kawasan Amuntai Namun kekecewaan tersebut dapat terobati ketika kami mengunjungi salah seorang yang melakukan budidaya anggrek tersebut. Namanya adalah Dedi, seorang penduduk Desa Malutu yang sudah 6 tahun menekuni dan mengoleksi berbagai jenis anggrek karena hobi. Dedi juga melakukan hibrid atau melakukan stek sehingga menghasilkan jenis anggrek baru yang menawan. Beberapa koleksi anggreknya antara lain anggrek agawara yang berwarna merah, anggrek panda, anggrek endemik, anggrek hitam, anggrek bulan dan tentu anggrek liar. Anggrek Agawara koleksi Dedi hasil budidaya Dedi memberikan beberapa tips seputar pemeliharaan anggrek tersebut. Sebagai tanaman yang tidak menggunakan media tanah, memelihara anggrek cukup mudah asal telaten menghilangkan hama seperti tungau, tawon, kutu gajah, dan jamur. Dedi cukup rajin memberikan vitamin B untuk memelihara kesehatan dari para anggrek tersebut. Setelah puas melihat koleksi budidaya anggrek milik Dedi, tim menuju tempat penginapan untuk beristirahat, namun sebelumnya menyantap hidangan malam terlebih dahulu untuk mengisi stamina yang terkuras. Rencananya esok pagi harus segera keluar hotel untuk melihat kerbau rawa.

Mengunjungi Habitat Orangutan di Taman Nasional Sebangau



Setelah sarapan pagi, kami langsung berangkat menuju habitat orangutan yang berada di Taman Nasional Sebangau. Dengan diantar oleh volunter dari WWF dan petugas ranger dari Taman Nasional akhirnya kami menemukan tempat dimana orangutan tinggal. Tidak mudah untuk menemukan keberadaan orangutan tersebut. Kita harus sabar menunggu mereka keluar untuk beraktifitas. Menurut penelitian yang sudah dilakukan, waktu kami berkunjung bertepatan dengan jadwal makan mereka. Tiga puluh menit kami menunggu dan nampak orangutan dewasa dan anaknya sedang bercengkerama di atas pohon. Walau agak sulit menemukan dengan mata tanpa bantuan apapun, kami dapat melihatnya walau tidak nampak utuh karena terhalang oleh ranting dan dedaunan. Menurut volunteer mereka adalah anak-induk yang bernama Brown dan Julie.



Jalan menuju habitat orangutan Di sini kita tidak bisa melihat orangutan secara utuh, karena ini bukan kebun binatang atau tempat konservasi. Tempat ini adalah habitat asli orangutan yang masih sangat natural. Jadi kegiatan kunjungan yang kami lakukan tidak hanya semata untuk melihat orangutan secara nyata, tapi lebih luas lagi yaitu untuk mengetahui habitat aslinya, kegiatan rutinnya seperti apa, dan lain-lain seperti yang dijelaskan oleh Pak Andi Liani semalam. Kami juga mendapat penjelasan secara detail dari ranger yang mengantar. Antara lain makanan yang dikonsumsi oleh orangutan selain rayap, mereka juga memakan sejenis buah-buahan liar yaitu buah keripa dan rahanjang. 

Dengan sabar menanti kehadiran orangutan Keistimewaan dari orangutan adalah mereka itu merupakan individu yang hanya dapat ditemukan di Indonesia. Tidak ada jenis kera seperti orangutan tinggal di belahan dunia manapun. Itulah mengapa kita harus ikut serta aktif dalam melestarikan habitat mereka yaitu hutan. Jika sampai punah, tentu Indonesia akan disalahkan oleh dunia karena tidak mampu menjaga keberlangsungan hidup mereka. Ditengah ramainya pemberitaan tentang kebakaran hutan di Kalimantan, menurut penjelasan dari ranger bahwa di Taman Nasional Sebangau ini tidak ada lahan atau hutan yang dibakar untuk membuka lahan kelapa sawit. Selain itu juga sejak tahun 2005 sudah tidak ada lagi illegal logging. Jadi kawasan Taman Nasional Sebangau cukup aman.
Orangutan dan anaknya sedang bergelantungan di atas pohon (Foto : Barry Kusuma) Karena itu kami sangat memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada para pengelola yang selalu siap jika dibutuhkan baik dari pihak Taman Nasional atau pun volunter dari WWF. Hampir setiap hari mereka berjalan berjam-jam hanya untuk melihat aktifitas rutin yang dilakukan oleh orangutan tanpa mengenal lelah. Setela h puas melihat akitifitas dan kebiasaan dari orangutan, akhirnya kami kembali ke Visit Center untuk siap-siap menjalankan perjalanan berikutnya.

Namun saat dalam perjalanan kami menemukan sebuah sungai yang cukup unik karena airnya berwarna merah. Dijelaskan bahwa air tersebut banyak mengandung kadar asam sehingga warna airnya menjadi agak kemerahan seperti air teh. Hal ini disebabkan karena sungai tersebut tidak mengalir secara normal karena air sungai surut akibat kemarau panjang , banyak kayu-kayu dan daun turut terendap dalam sungai tersebut sehingga airnya berubah warna menjadi kemerahan. Penduduk setempat sudah terbiasa dengan kualitas seperti ini jadi tidak perlu dipermasalahkan, bahkan mereka selalu mengkonsumsi air berwarna merah tersebut.

Namun akibat tingginya kadar asam akan merusak gigi karena mengandung zat asam tinggi yang menyebabkan gigi menjadi keropos dan rusak. Sungai yang berwarna merah di depan Visit Center Dari Sebangau perjalanan kami lanjutkan menuju Banjarmasin dengan melewati jalur utama trans Kalimantan dengan melalui wilayah Katingan - Palangkaraya dan Kuala Kapuas. Total jarak kurang lebih 315 km dengan kondisi jalan mulus namun agak bergelombang di beberapa tempat karena lahan yang dilalui mengandung gambut yang dikenal material yang kurang stabil. Namun dengan menggunakan kendaraan Daihatsu Terios kondisi didalam kabin masih terasa nyaman. Tepat jam 21.00 kami tiba di Banjarmasin. Sebelum check in di hotel kami sempatkan untuk menikmati salah satu kuliner khas di kota ini yaitu Lontong Orari. Lontong Orari, kuliner khas Banjarmasin

Saturday, January 2, 2016

Cerita Menarik dari Masjid Baiturrahman


Ada satu cerita menarik ketika saya dan dua kawan seperjalanan mengunjungi Masjid Baiturrahman di Banda Aceh. Begitu banyak cerita seputar masjid ini ketika diterjang tsunami pada Desember 2004 lalu. Bapak sopir bentor yang saya naiki bercerita bahwa ia melihat masjid terlihat mengapung ketika air menerjang, padahal ketinggian air sudah mencapai 4 meter, namun air hanya sampai pelatarannya saja. Masjid yang menjadi landmark Kota Banda Aceh masih terlihat gagah dan berdiri tegak walau diterjang bencana tsunami tersebut.

Ketika akan berkunjung ke masjid ini saya sudah memberitahu teman bahwa jika akan masuk harus berpakaian sopan, minimal menggunakan celana panjang. Namun teman saya nekat menggunakan celana pendek kesukaannya. Dan akhirnya kejadian, teman saya yang menggunakan jaket hitam dan celana pendek selutut ditegur oleh petugas masjid. "Hei baju merah." ucapnya kepada Bram, teman saya. Padahal Bram saat itu menggunakan jaket hitam, namun  didalamnya dia menggunakan kaos berwarna..... merah!

Berbeda lagi dengan Dian, teman saya satu lagi. Dian memang menggunakan kerudung seadanya, yang hanya dililitkan dikepalanya, kadang rambutnya yang hitam terlihat. Selain itu Dian juga menggunakan celana jeans ketat yang memperlihatkan bentuk tubuhnya. Tidak ada yang menegur Dian, tidak ada yang menebak daleman Dian. Tapi ketika dia akan memotret Masjid Baiturrahman tiba-tiba kameranya ngadat. Tidak bisa dinyalakan, padahal kamera tersebut terbilang baru. Mati total. Kami dibuat bingung saat itu. Ketika tiba di hotel langsung di charge curiga habis batere. Namun tetap kameranya mati.

Singkat cerita kita akan kembali ke Jakarta. Semua sudah ada didalam pesawat dan tinggal landas meninggalkan Banda Aceh. Dan ketika Dian mengutak-ngatik kameranya tiba-tiba hidup kembali! Wallahualam Bisawwab.