Thursday, October 29, 2015

Menyibak Peninggalan Kolonial di Pulau Onrust



Dengan menggunakan 2 (dua) perahu kayu bermotor kami berangkat menuju Pulau Onrust. Hanya memerlukan waktu sekitar 15 menit kami sudah sampai di tujuan. Pulau ini merupakan salah satu saksi sejarah pendudukan Belanda di Indonesia. Mereka mendarat di Pulau Onrust pada tahun 1616. Perlu empat tahun untuk mempersiapkan diri sebelum menduduki Jayakarta pada tahun 1620. Hal ini yang belum banyak diketahui oleh orang, ucap Pak Candrian. Mereka hanya mengetahui bahwa Belanda langsung mendarat di Jayakarta. Fakta ini harus diluruskan.  

Penduduk sekitar menyebut pulau ini adalah Pulau Kapal karena di pulau ini sering sekali dikunjungi kapal-kapal Belanda sebelum menuju Jayakarta. Di dalam pulau ini terdapat banyak peninggalan arkeologi pada masa kolonial Belanda dan juga sebuah rumah yang masih utuh dan dijadikan Museum Pulau Onrust. Nama 'Onrust' sendiri diambil dari bahasa Belanda yang berarti 'Tidak Pernah Beristirahat' atau dalam bahasa Inggrisnya adalah 'Unrest'. Namun ada juga sumber lain yg mengatakan bahwa nama Onrust tersebut diambil dari nama penghuni pulau yang masih keturunan bangsawan Belanda, yaitu Baas Onrust Cornelis van der Walck.

Museum di Pulau Onrust yang banyak memberi informasi (Foto : Harris Maulana)
Sekitar tahun 1800, armada laut Inggris Raya menyerang pulau ini dan menghancurkan bangunan di atas pulau ini. Sekitar tahun 1803 Belanda yang kembali menguasai Pulau Bidadari dan membangunnya kembali. Akan tetapi Britania kembali menyerang tahun 1806, Pulau Onrust dan Pulau Bidadari serta pulau lainnya hancur berantakan. Tahun 1827 pulau ini kembali dibangun oleh Belanda dengan melibatkan pekerja orang Tionghoa dan tahanan. 

Tahun 1911 Onrust diubah fungsinya menjadi karantina Haji hingga tahun 1933. Para calon haji dibiasakan dulu dengan udara laut, karena saati itu untuk mencapai Tanah Suci harus naik kapal laut selama berbulan-bulan lamanya, dan kemudian sebagai pos karantina jemaah haji yang kembali.

Bangunan bekas karantina haji (Foto : Harris Maulana)

Selama tahun 1933 sampai 1940 dijadikan sebagai tempat tawanan para pemberontak yang terlibat dalam "Peristiwa Kapal Tujuh" (HNLMS Zeven Provincien), Ketika pecah Perang Dunia II tahun 1939, pulau ini dipakai Belanda sebagai kamp tawanan, yg isinya orang-orang Jerman yg bermukim di Hindia Belanda, yg dicurigai sebagai mata2 musuh.Tahun 1942 setelah Jepang menguasai Batavia, Onrust dijadikan tempat penjara bagi para penjahat kriminal kelas berat.

Antara September 1945 - Januari 1946 sempat kembali dimanfaatkan kembali oleh Sekutu sebagai tempat tawanan orang-orang Jerman yang ada di Indonesia, termasuk 6 orang awak U-Boat U-195. Tawanan perang ini selanjutnya dipindahkan ke Malang, karena Belanda kuatir mereka akan dibebaskan oleh pejuang2 kemerdekaan RI.

Pada masa Indonesia merdeka pulau ini dimanfaatkan sebagai Rumah Sakit Karantina, terutama bagi penderita penyakit menular di bawah pengawasan Departemen Kesehatan RI hingga awal 1960-an. Tahun 1960 - 1965 dimanfaatkan untuk penampungan para gelandangan dan pengemis, selain itu juga dimanfaatkan untuk latihan militer.  Pulau ini sempat terbengkalai, dianggap tak bertuan hingga tahun 1968 terjadi pembongkaran dan pengambilan material bangunan secara besar-besaran oleh penduduk atas ijin kepolisian setempat. Tahun 1972 Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin mengeluarkan SK (Surat Keputusan) yang menetapkan Pulau Onrust sebagai pulau bersejarah. Kini, Pulau Onrust, juga Pulau Cipir, Pulau Bidadari, Pulau Kelor dan Pulau Edam, oleh Pemerintah Indonesia ditetapkan sebagai daerah Suaka Taman Purbakala Kepulauan Seribu

Salah satu bangunan bekas rumah sakit (Foto : Harris Maulana)

Di dalam pulau ini terdapat banyak peninggalan arkeologi pada masa kolonial Belanda dan juga sebuah rumah yang masih utuh dan dijadikan Museum Pulau Onrust. Dan ada satu misteri yang hingga saat ini belum terpecahkan yaitu terdapat sebuah dua buah makam yang konon kabarnya salah satunya merupakan makam dari pemimpin pemberontakan DI/TII yaitu S.M. Kartosoewirjo.

Misteri dua makam keramat (Foto : Harris Maulana)

0 comments:

Post a Comment